Monday, July 06, 2009

SEKOLAH MASA DEPAN

Sekolah masa depan yang sangat diharapkan adalah sekolah yang berprestasi yang menjadi dambaan semua orang. Untuk menciptakan sekolah yang berprestasi ini, perlu adanya sumber daya sekolah yang mendukung. Sebab, banyak sekali faktor yang mempengaruhi terciptanya sekolah yang berprestasi, utamanya adalah faktor guru, faktor murid, dan faktor proses pembelajaran. 2.1 Faktor Guru 2.1.1 Guru di Masa Kini  Dalam kisah keseharian, kita sering mendengar guru yang nyambi jadi tukang ojek. Kisah tersebut bukanlah hal aneh dan baru dalam kehidupan pendidikan kita. Padahal guru merupakan jabatan profesional yang menbutuhkan keahlian khusus, karena tidak sembarang orang bisa menjadi guru. Mereka harus dipersiapkan sampai matang dan kemudian baru diterjunkan ke lapangan dengan bermodalkan seperangkat pengetahuan keguruan.   Di Indonesia banyak guru yang bermutu rendah. Mengapa demikin? Karena gaji guru rendah? Mengapa gaji guru rendah? Karena pemerintah tidak memperhatikan guru?   Menurut Dr. Dedi Supriadi, di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand, gaji guru kalau dikurskan dalam rupiah sekitar 2 juta lebih. Di Vietnam sekitar 1 juta lebih, sedang di Belanda sekitar 11 – 17 juta. Di Amerika lebih besar lagi, yakni sekitar 27,5 juta – 36 juta, sedang di Jepang sekitar 18 juta. Bagaimana dengan kita? Paling banyak hanya sekitar 1 juta. Itu pun sudah termasuk tunjangan – tunjangan. Tidak heran kalau banyak guru di negara kita bila dibandingkan dengan di luar negeri tergolong ”biasa”, bukan guru ”luar biasa”. Karena gaji guru rendah, orang yang tertarik menjadi guru pun bermutu rendah.                              Grafik gaji guru per bulan di beberapa negara       Namun, menjadi guru itu tidak mudah. Guru bukanlah pekerjaan biasa melainkan pekerjaan luar biasa. Guru bukan sebagai ”tukang” mengajar di sekolah, tetapi mendidik. Namun, kondisi guru saat ini, pada umumnya dalam menjalankan tugasnya, guru menanggung beban psikologis. Ada 4 hal yang menjadi beban psikologis guru, yaitu :    Pertama, tidak adanya kewenangan yang diserahkan secara benar – benar diserahkan kepada guru. Jangankan yang bersifat birokratis, yang besifat edukatif pun kadang – kadang guru tidak punya kewenangan atau keberanian. Di sekolah, proses belajar mengajar berjalan dengan tertib dan lancar seolah – olah tidak ada masalah. Seluruh materi yang diajarkan selesai sesuai kurikulum. Nilai raport pun semuanya baik, dijamin para siswa minimal mendapatkan rata – rata enam (dengan jalan dikatrol ). Namun di balik itu semua, ternyata hati guru ”menjerit” karena tidak adanya kebebasan dalam memberikan nilai pada muridnya. Pemberian nilai ini tidak hanya didasarkan pada prinsip – prinsip pendidikan, tetapi sudah diwarnai dengan berbagai pertimbangan baik politis maupun keamanan serta kebijakan-kebijakan yang digariskan sekolah.   Kedua, berhubungan dengan perilaku peserta didik. Dalam dunia pendidikan kita, fakta membuktikan bahwa penyalah gunaan narkoba, mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi, sudah begitu marak. Selain masalah narkoba, generasi pelajar kita pun telah terbiasa dengan kehidupan seks bebas. Di tengah tantangan zaman yang semakin kian sarat dengan tindakan yang mengarah kepada distorsi kemanusiaan, guru harus tampil ke depan sebagai pembela nilai – nilai kemanusiaan sejati. Ketika anak didik mulai digerogoti oleh racun narkoba, pergaulan bebas, dan perilaku menyimpang lainnya, guru tampil sebagai penyelamat. Secara psikologis, profesi guru memang tidak bisa dibanggakan. Sekarang ini, profesi guru sudah identik dengan kemiskinan. Lihat saja realitasnya, anak didik ke sekolah naik mobil Toyota, guru naik motor Astrea. Anak didik naik Mercy, guru naik taksi. Akhirnya, yang terjadi adalah rasa ”minder” atau tidak ”PD” yang menggelayut dalam diri guru.   Ketiga, beban kurikulum yang dipikul oleh para guru amat padat bahkan terjadi ”pemaksaan” dalam dua hal, yaitu dalam hal alokasi waktu yang terbatas, dan lemahnya daya serap peserta didik terhadap apa yang disampaikan oleh guru.   Keempat, berhubungan dengan keseragaman dalam melaksanakan tugas pengajaran. Terlalu banyak aturan yang dituangkan dalam petunjuk teknis yang dapat mematikan kreativitas guru. Guru tidak diberikan kebebasan untuk mengembangkan prakarsanya sendiri untuk mencapai target kurikulum.   Intinya, para guru dan tenaga kerja kependidikan tidak bebas berekspresi dalam menuangkan gagasan dan keinginannya. Kreativitas guru yang seharusnya dihargai oleh sistem penilaian kinerja guru yang mejadi dasar dalam pengembangan karier, tidak terjadi.  2.1.2 Guru di Masa Depan   Para guru dan pelatih yang cemerlang di seluruh dunia kini sedang mempersiapkan diri menghadapi tantangan abad ke – 21. Mereka melakukannya dengan memadukan : pelajaran anak – anak usia dini, peniltian otak, bisnis pertunjukkan, periklanan, televisi, musik, tarian, film, olahraga, seni, dan multimedia elektronik.   Ada 6 (enam) prinsip kunci yang harus dikelola dengan baik oleh seorang guru yang terlibat dan bertindak sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar agar anak didik dapat lebih cepat balajar, lebih singkat, dan lebih mudah dalam menerima materi pelajaran. Keenam prinsip tersebut adalah : 1. ”Kondisi” terbaik untuk belajar ; 2. Bentuk presentasi yang melibatkan seluruh indera dan sekaligus membuat relaks, menyenangkan, bervariasi, cepat, dan menggairahkan ; 3. Berpikir kreatif dan kritis untuk membantu ”proses internal” ; 4. Pemberian ”Rangsangan” dalam mengakses materi pelajaran dengan permainan, lakon pendek, drama, serta berbagai kesempatan untuk praktik ; 5. Pengalihan ke hubungan dan penerapan yang nyata; 6. Peninjauan ulang dan evaluasi secara teratur; dengan merayakan keberhasilan di setiap tahap. Setiap prinsip tersebut berlaku baik bagi anak didik yang masih anak – anak maupun bagi orang dewasa. Berikut adalah penjelasan/uraian tentang 6 (enam) prinsip kunci tersebut di atas: 1. Kondisi terbaik untuk belajar  Kondisi yang perlu diciptakan yang tebaik adalah :

Mengorkestrasikan lingkungan

Lingkungan tempat belajar harus dapat mendukung suasana belajar mengajar sedemikian rupa sehingga bersama-sama dengan guru dan para murid mampu menciptakan proses belajar yang tidak membosankan. Dapatkah dibayangkan seorang anak berusia dua tahun belajar dengan duduk tenang di dalam kelas sepanjang hari? Tentu tidak. Dia belajar dengan cara melakukan sesuatu, menguji, menyentuh, dan lain – lain. Semua itu dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa dan dilakukan dengan rasa senang tanpa bosan.    Akan tetapi, begitu dia menyelesaikan TK, pendidikan mulai menjadi membosankan. Keasyikannya sudah tidak ada lagi. Kebanyakan situasi belajar di SD, anak – anak diperintahkan untuk dudul manis, dalam barisan bangku yang lurus, mendengarkan guru. Mereka tidak dikondisikan untuk mengeksplorasi sesuatu, berdiskusi, bertanya, atau berpastisipasi di dalam kelas.  Kondisi belajar seperti di atas harus diubah. Guru atau pihak sekolah harus bisa menyiapkan ruang kelas yang menyediakan fasilitas belajar yang menyenangkan. Hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara menggunakan bunga – bunga segar untuk menciptakan aroma dan aneka warna, juga bisa dilakukan dengan cara menghiasi dinding. Menyiapkan suasana yang menarik  Anne Forester dan Margaret Reinhard, dua guru dari Kanada, dalam buku mereka yang mengagumkan, ”The Learners’ Way”, berbicara tentang ”mencipatkan sebuah iklim yang menyenangkan” di setiap ruang kelas. Mereka mengatakan bahwa variasi, kejutan, imajinasi, dan tantangan sangatlah penting dalam menciptakan iklim tersebut. Mendatangkan tamu yang mengejutkan, melakukan perjalanan misteri, kunjungan ke lapangan, dan lain – lain dapat membuat anak – anak menjadi lebih senang belajar di sekolah.     Menyiapkan aktivitas    Langkah berikutnya adalah menyiapkan aktivitas. Tepatnya, ada 3 (tiga) hal yang disarankan untuk diperhatikan. Pertama, kondisi ruangan yang penuh warna, poster, dan mobilitas akan mulai memberikan semangat pada para pelajar visual.  Kedua, musik akan memberikan samangat pada pelajar auditorial. Ketiga, aktivitas akan membuat pelajar kinestetik akan segera merasa nyaman. Variasi di antara ketiga aktivitas ini juga akan menjamin bahwa ketiga tingkat otak diaktifkan : otak pemikiran, otak perasaan, dan otak tindakan.  Untuk dapat menyiapkan aktivitas yang sesuai dengan tipe pelajar, berikut disampaikan ciri-ciri dari ketiga tipe tersebut, yaitu : Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Visual  Individu yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: • rapi dan teratur  • berbicara dengan cepat  • mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik  • teliti dan rinci   • mementingkan penampilan  • lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar   • mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual  • memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik  • biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar  • sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis)  • merupakan pembaca yang cepat dan tekun  • lebih suka membaca daripada dibacakan  • dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan.  • jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara  • lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain  • sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau "tidak'  • lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah  • lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada musik  • seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Auditorial  Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: • sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja  • mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik  • lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca  • jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras  • dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara  • mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita  • berbicara dalam irama yang terpola dengan baik  • berbicara dengan sangat fasih  • lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya  • belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat  • senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar  • mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi  • lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya • lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik  Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Kinestetik Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: • berbicara dengan perlahan  • menanggapi perhatian fisik  • menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka  • berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain   • banyak gerak fisik  • memiliki perkembangan otot yang baik  • belajar melalui praktek langsung atau manipulasi  • menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung  • menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca  • banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal)  • tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama  • sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut  • menggunakan kata-kata yang mengandung aksi  • pada umumnya tulisannya jelek  • menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik)  • ingin melakukan segala sesuatu Memainkan musik  Penggunaan musik untuk belajar bukanlah barang baru. Kita telah belajar alfabet dengan menggunkan musik. Sebuah penelitian menemukan bahwa dalam sejenis relaksasi tertentu, yang dapat dirangsang oleh musik, otak kita menjadi sangat terbuka dan mudah menerima informasi yang masuk.  Oleh karena itu, guru disarankan untuk menggunakan kaset yang disiapkan khusus untuk memulai setiap sesi belajar. Lewat kata dan nada dari musik tersebut akan menggugah dan mendorong timbulnya relaksasi. Kaset semacam itu bisa disipkan sendiri atau bisa juga membeli di tempat-tempat yang menyediakan. Meruntuhkan tembok – tembok mental negatif  Lozanos menyimpulkan bahwa ada tiga tembok mental dalam belajar : tembok kritis-logis ( ”Sekolah itu tidak mudah. Mana mungkin belajar bisa menyenangkan dan mudah?” ) ; tembok intuitif-emosional ( ”Saya ini bodoh, Jadi saya tidak akan mungkin bisa” ) ; dan tembok kritis-moral ( ”Belajar itu keras, jadi lebih baik saya terus menundukan kepala saya” ). Ketiga tembok tersebut merupakan kepercayaan yang palsu yang harus diruntuhkan.  Salah satu cara meruntuhkan tembok-tembok tersebut dapat dilakukan dengan memahami dari mana seorang siswa ”berasal” sehingga dapat dilakukan hubungan yang lebih dalam dengan seorang siswa, dan kemudian masuk ke dalam dunianya sehingga dapat meruntuhkan tembok – tembok tersebut dengan mulus. 2. Presentasi yang baik  Penyampaian materi pelajaran kepada siswa, harus dilakukan semenarik mungkin, dapat diikuti dengan relaks dan tidak menegangkan. Beberapa kunci presentasi yang baik antara lain adalah : Kepositifan dan keterkaitan   Semua presentasi yang baik harus berorientasi pada siswa dan dikaitkan dengan tujuan – tujuan yang ingin dicapai, serta pengetahuan yang ada. Semua presentasi harus bersifat positif. Guru, sebagai fasilitator, tidak boleh mengesankan bahwa pelajaran ini tidak menyenangkan. Sebaiknya dihindari kata – kata seperti ”Sekarang istirahat sudah selesai. Ayo kita kembali bekerja keras”.   Selain itu, kekuatan sugesti sangatlah penting dalam belajar. Kita dapat melakukan sesuatu dengan baik jika kita berpikir bahwa kita mampu melakukannya. Sebaliknya, kita akan gagal bila kita berpikir bahwa kita akan gagal.  Guru yang baik akan meruntuhkan tembok belajar dengan membuat presentasi yang logis, etis, menyenangkan, dan tidak ada tekanan. Itulah pentingnya alat – alat penunjang presentasi yang utuh. Penyampaian gambaran menyeluruh    Teknik utama presentasi adalah menyuguhkan “gambaran seluruhnya” terlebih dahulu untuk menyajikan pandangan umum. Seperti gambar utuh dari puzzle, sehingga setiap bagiannya dapat diletakkan di posisinya.  Bercerita juga merupakan teknik pembuka yang baik. Studi lapangan juga sangat disarankan pada awal studi untuk melihat gambaran besarnya dalam praktik.  Menggambar Peta Pikiran dengan segala ”percabangannya” pada awal studi juga memungkinkan siswa menggambarkan cabang – cabang yang lebih terperinci. Libatkan seluruh indra  Presentasi yang baik haruslah menarik bagi setiap gaya belajar individu. Gaya belajar yang paling diabaikan hampir di seluruh sekolah di dunia adalah kinestetik (dengan gerakan). Setiap pengalaman belajar yang baik, umumnya terdiri dari stimulasi verbal, musik, dan visual. Namun, guru yang benar – benar hebat merancang banyak kegiatan, partisipasi, dan gerakan. Meskipun siswanya adalah pelajar visual, setiap pelajar dapat menyerap informasi dengan mempraktikkannya. Lakukan permainan peran dan ”identitas”  Para guru juga harus mendorong para siswa untuk melakukan ”permainan peran”. Cara tercepat untuk belajar pengetahuan adalah dengan bermain peran sebagai para ilmuan terkemuka, atau belajar sejarah dengan menempatkan diri pada situasi sejarah saat itu. 3. Pikirkan sesuatu, dan memori terdalam akan menyimpannya  Pendidikan tentu saja bukan hanya penyerapan informasi baru. Ia juga melibatkan pemikiran tentang informasi itu dan penyimpanannya di dalam memori terdalam.  Mempelajari cara berpikir adalah bagian terpenting dari setiap sistem program pendidikan. Guru yang baik menggunakan “permainan berpikir” dan “permainan pikiran” sebagai bagian dari sintesis informasi, sekaligus menciptakan “perubahan suasana”. 4. Rangsangan untuk praktik   Langkah berikutnya adalah “pengaktifan”. Di sini permainan, lakon pendek, diskusi, dan drama dapat digunakan untuk “mengaktifkan” bank memori dan memperkuat jalur – jalur pembelajaran.   Pada hari pertama seorang guru bahasa mengajarkan bahasa Prancis kepada murid – muridnya dengan cara “tradisional”, esoknya tidak satupun yang bisa menggunakan bahasa Prancis. Pada hari berikutnya dia memberikan tontonan film Prancis dan di hari esoknya, murid – muridnya bisa mengulangnya dengan percakapan. Pada hari berikutnya, setiap belajar bahasa prancis murid – muridnya sulit untuk mau beristirahat dan mereka bilang “bapak saja yang beristirahat, kami sedang senang – senang”. Dengan begitu guru bahasa tersebut telah berhasil merangsang minat para murid untuk belajar. 5. Praktikkan      Di Sekolah Masa Depan, ujian belajar bukanlah ujian tertulis berbentuk pertanyaan pilihan berganda. Kuncinya adalah menggunakan hasil proses belajar dan menerapkannya dalam situasi tertentu, terutama dalam kehidupan nyata.  Tes yang sebenarnya dalam kursus bahasa Prancis adalah sefasih apa para murid dapat berbicara bahasa Prancis. Tes yang sebenarnya dalam kursus menjual adalah seberapa hebat seseorang dapat menjual.   Salah satu cara yang dapat diterapkan dalam upaya mempraktikkan pelajaran yang telah didapat adalah dengan mengubah siswa menjadi guru. Seperti dalam fase pengaktifan, siswa diminta untuk bekerja berpasangan atau berkelompok. Dalam sistem kelompok ini, siswa yang lebih pandai mengajarkan siswa yang kurang pandai. 6. Tinjau ulang, evaluasi, dan rayakan  Para pelajar yang efektif sekalipun tidak akan selalu dapat menyadari apakah mereka ”tahu apa yang mereka tahu”. Satu cara untuk membawa mereka pada kesadaran itu adalah dengan meninjau ulang atas seluruh materi yang telah dibahas.  Untuk itu, tiba saatnya untuk melakukan salah satu langkah terpenting, yaitu evaluasi mandiri. Setiap siswa ”masuk ke dalam diri sendiri” untuk menyingkapkan permata berharga pada hari itu. Evaluasi mandiri merupakan metode untuk proses berpikir yang lebih tinggi : refleksi, analisis, sintesis, dan menilai.  Cara lain untuk meninjau ulang adalah membaca sekilas Peta Pikiran, catatan yang telah di”tandai”, atau keduanya : • Sebelum tidur pada hari belajar; • Keesokan harinya; • Seminggu kemudian; • Dan tepat saat memerlukannya atau sebelum ujian.  Dan ingatlah untuk selalu merayakan keberhasilan, persis yang dilakukan oleh pemenang olahraga. Hargailah usaha seluruh kelas.  2.2 Faktor Murid 2.2.1 Beban siswa masa kini  Beban pelajaran pada semua jenjang pendidikan selama ini dinilai memberatkan dan menghambat pengembangan diri peserta didik. Berbagai titipan kepentingan pada materi pelajaran berujung pada tidak jelasnya kompetensi lulusan.  ”Sudah saatnya beban pelajaran difokuskan pada target kompetensi dengan mengurangi titipan – titipan kepentingan yang tidak relevan,” ujar Mukminan, Koordinator Tim Ad Hoc Kompetensi Isi Pendidikan di Jakarta. Beliau mengingatkan, orientasi mata pelajaran SD – SLTA mestinya mengarah pada kompetensi dasar.  Pada jenjang SD – SMP, orientasi mata pelajaran hendaknya meletakkan dasar – dasar keilmuan pada alam pemikiran siswa dengan mengacu pada kehidupan sehari – hari. Selanjutnya, orientasi pelajaran di SMA baru memasuki lebih dalam tentang keilmuan sekaligus mempersiapkan siswa memasuki perguruan tinggi. Adapun pada perguruan tinggi mengarah pada filosofi dan aplikasi disipilin ilmu.  Meskipun berusaha merumuskan beban pelajaran secara proposional, Badam Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tak luput dari kekeliruan dalam mematok target kompetensi. Untuk pelajaran IPS misalnya, siswa kelas VI pada semester 2 diminta untuk mendeskripsikan kegiatan ekspor-impor Indonesia dengan negara lain. Salah seorang peserta diskusi mengingatkan hal itu sebagai beban yang tidak proporsional. Alasannya, kemampuan nalar SD umumnya baru sebatas mengenal secara empirik barang ekspor-impor. Tugas deskripsi kegiatan ekspor-impor lebih cocok untuk siswa SMA, hal itu butuh data tentang neraca perdagangan antar negara. 2.2.2 Siswa di Sekolah Masa Depan  Sebagai subjek dan objek pendidikan, siswa memegang peran yang sangat strategis. Dengan kata lain, siswa sebagai indikator terwujudnya Sekolah Masa Depan yang kita harapkan.  Siswa sangat mempengaruhi pembentukan Sekolah Masa Depan. Siswa yang berkualitas dari segi nilai, mental, latar belakang keluarga, cita-cita yang jelas, prinsip hidup yang teguh dalam mencapai cita-cita, kemandirian, dan daya saing yang tinggi, akan menjadi penentu dalam mewujudkan sekolah di masa depan.  Pengembangan potensi dasar yang dimiliki siswa itu haruslah sedemikian rupa dikenali dan diramu sedini mungkin oleh pihak sekolah, sehingga potensi dasar tersebut tidak menjadi kendala dalam mendidik siswa. Dalam kaitan ini, kondisi sekolah harus mampu menjaga standar kualitas minimum agar sekolah tersebut dapat memujudkan dirinya menjadi sekolah yang berprestasi atau Sekolah Masa Depan.  Upaya mewujudkan standar kualitas minimum agar sekolah tersebut menjadi sekolah yang berprestasi, bukan merupakan kerja keras kepala sekolah saja, akan tetapi justru merupakan kerja tim. Dengan demikian, untuk mewujudkan sekolah yang berprestasi, tidak dapat dilepaskan begitu saja dari kontribusi koordinator dari semua tim, kelompok, atau komponen yang ada dalam sekolah tersebut.  Karakteristik siswa sebagai input sekolah meliputi berapa jumlah jam belajar siswa di rumah, jumlah jam les mata pelajaran, pendidikan orang tua siswa, dan besarnya penghasilan orang tua, dengan mempertimbangkan adanya perbedaan jenis kelamin, ras, dan kemampuan pendidikan awal yang dimiliki oleh siswa sebelum memasuki sekolah tersebut. Kemampuan memadukan semua potensi dasar yang dimiliki siswa, sangatlah ditentukan oleh kelihaian seorang kapala sekolah dalam menerapkan prinsip – prinsip manajemen.  Penerapan prinsip – prinsip manajemen ini bukan hanya didorong oleh keinginan yang besar dari kepala sekolah saja, tetapi juga harus didukung oleh semua komponen di sekolah. Untuk itu, harus disosialisasikan oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya sebagai pelaksana tugas di lapangan.  Sedangkan karakteristik proses siswa yang dimaksud adalah bagaimana proses pembelajaran yang dilalui oleh siswa. Dalam strategi penyelenggaraan pendidikan yang bersifat klasikal-masal, tentu harus memberikan perlakuan yang standar kepada semua siswa. Padahal, setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Akibatnya siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan belajar di bawah rata-rata akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sementara siswa yang mempunyai kecerdasan dan kemampuan di atas rata-rata akan merasa jenuh sehingga prestasinya sering berada di bawah potensi yang sebenarnya ia miliki. Karena itu, seorang guru harus mampu merumuskan teknik dan prinsip mengajar yang mampu mengakomodir potensi dasar yang dimiliki siswa.   Penerapan prinsip dan teknik mengajar seorang guru terhadap siswa di kelas haruslah dilakukan dengan diferensiasi pelayanan terhadap tiga kelompok, yaitu siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata, kemampuan rata-rata, dan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Bagi siswa yang memiliki kemampuan rata-rata, maka ia diberikan pelayanan pendidikan dengan mengacu pada kurikulum yang berlaku secara nasional. Bagi siswa yang memiliki kecepatan belajar di bawah rata-rata, maka diberikan pelayanan pendidikan berupa pengajaran perbaikkan, sehingga ia membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang untuk menyelesaikan kurikulum yang sama. Sementara siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, mereka membutuhkan sistem percepatan, sehingga mereka dapat menyelesaikan studi di SD kurang dari enam tahun, di SLTP, dan SMU masing-masing kurang dari 3 tahun.  Siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang melebihi teman sekelasnya, diharapkan mampu mengukir prestasi, yang kemudian dapat mengindikasikan sekolah yang berprestasi. Bila kecerdasan berkaitan dengan kemampuan intelektual, sedangkan kemampuan luar biasa (gifted, talented) tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual, namun seperti yang dikemukakan oleh Marland, yakni meliputi (1) general intelectual ability (kemampuan intelektual umum ), (2) specific academic aptitude (kecerdasan akademik khusus), (3) creative or productive thinking (berpikir kreatif dan produktif), (4) leadership ability (kemampuan kepemimpinan), (5) visual and perfoming arts (seni / kinestik), (6) psychomotor ability (kemampuan psikomotor).  Siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata, bisa diberikan program pendidikan khusus agar mereka tidak merasa bosan, acuh tak acuh, atau malas dalam mengikuti pelajaran karena siswa tersebut bisa lebih cepat memahami materi pelajaran yang diterangkan oleh guru daripada teman-teman sekelasnya. Dalam hal ini, ada tiga jenis program yang paling sering digunakan : 1. Sistem pengayaan, yaitu pembinaan siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dengan penyediaan kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat pendalaman, setelah siswa yang bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang diprogramkan atau disediakan guru, sama dengan siswa yang lainnya. 2. Sistem percepatan, yaitu sistem pembinaan siswa yang memiliki kemampuan luar biasa dengan memperbolehkan siswa yang bersangkutan untuk naik kelas satu tingkat secara meloncat atau menyelesaikan program reguler yang ditetapkan dalam jangka waktu yang lebih singkat (akselerasi).  3. Pengelompokkan khusus, yaitu pembinaan siswa yang memiliki kemampuan luar biasa dengan cara siswa yang bersangkutan dikumpulkan di suatu tempat dan diberikan kesempatan secara khusus untuk mengembangkan kemampuannya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.  Siswa bisa mejadi penentu sekolah berprestasi apabila proses pendidikan bagi siswa yang memiliki kemampuan yang luar biasa bisa dikembangkan sedemikian rupa. Maka, keunggulan atau kualitas keluaran output sekolah pun menjadi indikator berhasilnya sekolah untuk mewujudkan Sekolah Masa Depan yaitu sekolah yang berprestasi.  Outcome sekolah seperti ini dipengaruhi oleh berkualitasnya input sekolah. Diharapkan dari sekolah yang berprestasi ini diperoleh cara bagaimana pihak sekolah melihat potensi dasar yang dimiliki siswa tidak dirusak oleh pihak sekolah sebagai akibat dari tidak jelasnya program dan metode pengajaran serta penerapan prinsip-prinsip manajemen yang keliru.  Dengan demikian, kelihatan bahwa kualitas output dan outcome sekolah, tidak dihasilkan dengan sendirinya, tetapi sangat tergantung pada bagaimana faktor input, kurikulum, tenaga pendidikan, sarana dan fasilitas, dana(biaya), manajemen, proses pembelajaran, dan lingkungan diramu sedemikian rupa dengan menerapkan prinsip dan teknik manajemen secara maksimal. 2.3 Faktor Proses Pembelajaran  2.3.1 Kurikulum   Istilah kurikulum sudah dikenal sejak tahun 1820. Kata kurikulum berasal dari bahasa latin, currere yang berarti to run (menyelenggarakan). Selanjutnya pengertian kurikulum berkembang menjadi the course of study (materi yang dipelajari). Namun pengertian ini hanya melihat kurikulum sebagai produk atau hasil, sementara informasi dan pengetahuan yang terangkai dalam satu disiplin keilmuan akan selalu bertambah, sehingga mustahil dapat dimuat dalam satu wujud dokumen kurikulum yang berbentuk the course of study tersebut.  Dari definisi para pakar mengenai kurikulum sebagai suatu rencana untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar bagi siswa yang mengikuti pendidikan, tergambar bahwa penyusunan dan pengembangan kurikulum tidaklah sulit. Namun, proses pengembangan kurikulum ini menjadi rumit ketika kualitas kurikulum diukur dengan seberapa jauh relevansi kurikulum dengan kebutuhan dan karakteristik siswa serta masyarakat pada umumnya.  Untuk mewujudkan sekolah yang berprestasi, maka pengembangan kurkulum pun harus dibenahi dengan mempertimbangkan tiga basis kurikulum, yaitu pengetahuan dalam sistem keilmuan, siswa (learner), dan masyarakat sebagai pengguna (user). 1. Karakteristik pengetahuan dalam sistem keilmuan   Dalam hal ini, pengetahuan berkembang dengan demikian pesatnya, dan ini merupakan salah satu karakteristik pengetahuan. Dengan melimpahnya pengetahuan, mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam memlih materi yang penting. Padahal, di satu sisi dinyatakan bahwa tidak perlu lagi menyajikan materi yang tidak bermanfaat yang biasanya dapat diperoleh melalui hafalan.   Kurikulum sekolah harus senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, yang diperlukan untuk mengakomodasikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan dunia usaha atau industri, serta kebutuhan pembangunan nasional di segala bidang yang selalu berkembang.  Untuk memilih materi yang esensial dalam kurikulum antara lain dapat ditempuh dengan pertimbangan : a. Materi seyogianya mengungkapkan gagasan kunci yang mewakili batang tubuh mata pelajaran tersebut. b. Materi perlu dipahami siswa sebagai struktur pokok suatu mata pelajaran. c. Materi perlu memberi contoh penggunaan metode inquiry yang digunakan mata pelajaran tersebut. d. Konsep dan prinsip yang dipilih perlu menyediakan pandangan yang luas dan lengkap. e. Adanya keseimbangan materi teoritik dan materi praktik. f. Materi perlu mendorong daya imajinasi siswa. 2. Karakteristik siswa  Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah adanya perbedaan pengembangan intelektual dan mental kepribadian antara siswa SD, SLTP, dan SMU. Dengan demikian, pengembangan kurikulum harus melihat pengembangan intelektual dan sikap mental tersebut, sehingga kurikulum yang dikembangkan mampu memberikan nilai manfaat bagi siswa dalam mengembangkan intelektual dan kepribadiannya.  Kurikulum yang ditawarkan seharusnya jangan sampai tumpang tindih pada masing-masing tingkatan, agar tidak terjadi kebosanan dalam belajar dan pemborosan tenaga, waktu, kesempatan, dan sebagainya. Namun, jika dilihat kurikulum yang ada, tampak banyak sekali kurikulum yang memuat materi pelajaran yang sama atau hampir sama di semua jenjang sekolah. 3. Karakteristik masyarakat  Dalam upaya pengembangan kurikulum, karakteristik masyarakat perlu dipertimbangkan, karena masyarakat adalah komponen yang menyediakan dan memanfaatkan institusi pendidikan. Dalam hal ini, para pendidik memiliki tanggung jawab untuk menjembatani sekolah dengan komponen luar sekolah. Misalnya, adanya komunikasi antara sekolah dan keluarga, dapat dilakukan dengan keterlibatan orang tua siswa dalam setiap tahapan pendidikan di sekolah.  Masyarakat memiliki peran dalam pembentukan kinerja kelulusan sekolah. Para pengembang kurikulum perlu mempertimbangkan perubahan dalam masyarakat seiring dengan perubahan interaksi antar masyarakat.  Perubahan paradigma pendidikan menengah dan kejuruan, khususnya, sesuai dengan kebutuhan, tantangan, dan dinamika kerja, menuntut kurikulum sekolah dikembangkan dengan menggunakan pendekatan BBC (broad-based curriculum), yaitu kurikulum yang berbasis luas, mendasar, kuat, serta fleksibel, dan CBC (competency-based curriculum), yaitu kurikulum yang berbasis kompetensi, yang mengcakup pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan (psikomotor) untuk mendukung terwujudnya lulusan yang memiliki kompetensi standar.    Adanya standar kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh serorang siswa setelah ia menyelesaikan studinya pada suatu lembaga pendidikan yang memungkinkan ia dapat melaksanakan berbagai tugas atau pekerjaan di lapangan kerja menghendaki adanya kurikulum yang dapat mengakomodasikan berbagai kompetensi yang benar-benar ada dan dibutuhkan dunia kerja.  2.3.2 Metode pembelajaran  Metode pembelajaran yang menunjang terwujudnya Sekolah Masa Depan atau sekolah yang berprestasi haruslah mampu memberikan jaminan ke arah tercapainya tujuan mengajar yaitu, mendorong para siswa agar dapat berpikir dan bertindak secara mandiri, kreatif, dan mampu beradaptasi, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanfaatkan semua bakat dan kemampuan, baik jasmani dan rohani. Tanpa adanya metode pembelajaran yang mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan mengajar tersebut, maka sulit dicapai tujuan mengajar yang maksimal.  Dalam hal ini, banyak metode pembelajaran yang telah dikenal oleh seorang guru, misalnya metode ceramah, tanya jawab, diskusi, bercerita, pemberian tugas, demonstrasi, dan eksperimen, sosiodrama, dan bermain peran, karya wisata, serta latihan. Namun, yang perlu ditekankan di sini adalah bagaimana seorang guru mampu menerapkan metode-metode tersebut secara bervariasi agar dapat menunjang keberhasilan siswa dalam belajar sehingga menjadi outcome yang berprestasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dituntut kelihaian seorang guru dalam menerapkan metode pembelajaran tersebut, sehingga siswa tidak pernah mengalami perasaan bosan dan jenuh. Dengan kata lain, metode pembelajaran tersebut, digunakan untuk merangsang tumbuhanya minat dan gairah belajar siswa yang tinggi, meskipun diakui bahwa tidak semua metode pembelajaran yang ditawarkan kepada siswa memiliki keunggulan mutlak.  Seorang guru harus menyadari bahwa para siswa yang dihadapinya mempunyai perbedaan individual dan gaya yang berbeda dalam belajar. Beberapa siswa mungkin lebih bersifat visual dalam belajar, artinya mereka dapat belajar dengan baik apabila ia melihat seorang yang mengerjakannya, sementara siswa yang lain lebih bersifat audiotorial, artinya mereka mempunyai kemampuan untuk mendengar dan menghafal, tanpa perlu melihat seseorang mengerjakannnya. Kelompok siswa yang lain lebih bersifat kinestetik, artinya mereka akan belajar dengan baik apabila mereka langsung bergerak, bekerja, atau melakukannya.  Seorang guru yang mampu mengendalikan suasana belajar, akan mampu meningkatkan gairah belajar siswa di kelas, dengan melakukan upaya sedemikian rupa agar potensi dasar yang dimiliki seorang siswa yang berbeda-beda tersebut dapat digeneralisir melalui pendekatan pembelajaran yang bervariatif.  Setelah suasana belajar yang bergairah diperoleh, maka langkah selanjutnya yang perlu ditempuh oleh seorang guru adalah memberdayakan suasana belajar dengan memfokuskan metode pembelajaran tesebut pada siswa. Artinya, seorang guru harus memilih metode apa yang lebih tepat dan lebih cocok dengan kondisi pembelajaran, dengan penekanan khusus kepada siswa.   Salah satu metode pembelajaran di Sekolah Masa Depan adalah metode mengajar lewat permainan seperti diuraikan sebagai berikut : Mengajar Lewat Permainan Metode ini lebih ditujukan pada anak-anak yang dianggap masih membutuhkan permainan atau orang yang masih sangat pemula. Anak-anak perlu bermain, dari situ akan terungkap kebutuhan mereka   sehingga bisa digunakan untuk membentuk kurikulum yang ditawarkan.  Hal ini disesuaikan dengan minat individual yang didukung guru, dengan tetap memperhatikan kecenderungan si anak. Hubungan langsung antara permainan dan pembelajaran pun terjadi.  Permainan dianggap sedemikian rupa sebagai suatu proses pendidikan yang hebat sehingga pembelajaran akan berlangsung dengan spontan, bahkan meskipun tanpa kehadiran seorang guru dewasa. Namun, kepercayaan utama atas nilai-nilai permainan bagi pembelajaran anak kecil ini tidak berasal dari bukti yang sesuai dan tetap menjadi masalah dalam kurikulum walaupun terus-menerus didorong.   Sifat dan manfaat mengajar lewat permainan : 1. Membangun keyakinan 2. Sebagai medium pembelajaran 3. Perilaku ilmiah, anak-anak melakukan apa yang mereka ingin lakukan 4. Anak-anak berinisiatif untuk mengendalikan kegiatan serta membuat jadwalnya 5. Berbeda dengan tugas formal 6. Fungsi rekreasinal, jeda dari tugas formal 7. Menghilangkan rasa takut anak dan memberi rasa aman Peran guru dalam pembelajaran lewat permainan : 1. Sebagai pendukung 2. Mendemonstrasikan teknik-teknik 3. Peran kolaboratif, teladan bahasa dan perilaku 4. Guru tidak perlu ikut campur dalam permainan karena takut mengganggu atau memaksakan kehendak sendiri 5. Meluaskan kegiatan dan pembelajaran Menilai anak-anak melalui permainan : 1. Dapat dengan bertanya, mengamati, mencatat, dan mengevaluasi hal-hal yang dilakukan oleh anak-anak 2. Melihat perkembangan sosial anak-anak 3. Penilaian bersama: anak-anak memberikan umpan balik pada kelompok dan saling bertanya Perencanaan : tujuan dan hasil pembelajaran : 1. Pembelajaran yang tidak terhindarkan, anak-anak secara tidak sadar telah belajar, baik ada guru maupun tidak. 2. Anak-anak akan berani coba-coba atau bahkan membuat suatu penemuan dan eksplorasi. 3. Dapat melatih ketrampilan motorik dari anak-anak 4. Dapat membentuk pribadi dan sosial yang baik Pembelajaran Yang Baik Oleh Lynne Hill Pembelajaran direncanakan dengan baik • Guru mengidentifikasikan dengan tepat tujuan pembelajaran  • Guru mengidentifikasikan apa yang telah diketahui siswa dan mengembangkan pembelajaran berdasarkan informasi tsb  • Urutan pembelajaran terdiri dari beberapa tahap dan kegiatan, dengan bimbingan guru  • Guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang efektif  • Pengorganisasian kelas dan pengelolaan sumber sumber sudah direncanakan dengan baik  • Guru memutuskan bagaimana menilai hasil belajar siswa  • Proses maupun hasil belajar direncanakan Pembelajaran menarik dan menantang • Guru tidak terlalu banyak bicara dan memberikan ceramah  • Siswa tidak terlalu banyak mendengarkan dan menjawab pertanyaan bersama sama (koor)  • Kegiatan menarik, menantang dan meningkatkan motivasi belajar  • Kegiatan meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, termasuk tugas tugas terbuka.  • Peristiwa hangat dan pengalaman siswa secara langsung (sumber belajar tangan pertama) meningkatkan minat dan tingkat motivasi Pembelajaran mengaktifkan siswa • Belajar dengan mengerjakan - Siswa aktif, terlibat, berpartisipasi, bekerja.  • Interaksi antar siswa tinggi - belajar kelompok, berpasangan, bekerjasama  • Siswa menemukan, memecahkan masalah  • Siswa pusat pembelajaran, bukan guru  • Fokus pada proses pembelajaran Bagaimana Rencana Pembelajarannya? Suatu rencana pembelajaran PAKEM mencakup:  • Fokus belajar mengajar (kompetensi)  • Apa yang diperlukan untuk mengajar (bahan dan sumber)  • Urutan pembelajaran  • Proses dan produk pembelajaran: Apa yang akan dikerjakan siswa dan bagaimana siswa akan mendemonstasikan hasil belajar mereka (produk). BAB 2 SEKOLAH MASA DEPAN  Sekolah masa depan yang sangat diharapkan adalah sekolah yang berprestasi yang menjadi dambaan semua orang. Untuk menciptakan sekolah yang berprestasi ini, perlu adanya sumber daya sekolah yang mendukung. Sebab, banyak sekali faktor yang mempengaruhi terciptanya sekolah yang berprestasi, utamanya adalah faktor guru, faktor murid, dan faktor proses pembelajaran. 2.1 Faktor Guru 2.1.1 Guru di Masa Kini  Dalam kisah keseharian, kita sering mendengar guru yang nyambi jadi tukang ojek. Kisah tersebut bukanlah hal aneh dan baru dalam kehidupan pendidikan kita. Padahal guru merupakan jabatan profesional yang menbutuhkan keahlian khusus, karena tidak sembarang orang bisa menjadi guru. Mereka harus dipersiapkan sampai matang dan kemudian baru diterjunkan ke lapangan dengan bermodalkan seperangkat pengetahuan keguruan.   Di Indonesia banyak guru yang bermutu rendah. Mengapa demikin? Karena gaji guru rendah? Mengapa gaji guru rendah? Karena pemerintah tidak memperhatikan guru?   Menurut Dr. Dedi Supriadi, di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand, gaji guru kalau dikurskan dalam rupiah sekitar 2 juta lebih. Di Vietnam sekitar 1 juta lebih, sedang di Belanda sekitar 11 – 17 juta. Di Amerika lebih besar lagi, yakni sekitar 27,5 juta – 36 juta, sedang di Jepang sekitar 18 juta. Bagaimana dengan kita? Paling banyak hanya sekitar 1 juta. Itu pun sudah termasuk tunjangan – tunjangan. Tidak heran kalau banyak guru di negara kita bila dibandingkan dengan di luar negeri tergolong ”biasa”, bukan guru ”luar biasa”. Karena gaji guru rendah, orang yang tertarik menjadi guru pun bermutu rendah.   Grafik gaji guru per bulan di beberapa negara       Namun, menjadi guru itu tidak mudah. Guru bukanlah pekerjaan biasa melainkan pekerjaan luar biasa. Guru bukan sebagai ”tukang” mengajar di sekolah, tetapi mendidik. Namun, kondisi guru saat ini, pada umumnya dalam menjalankan tugasnya, guru menanggung beban psikologis. Ada 4 hal yang menjadi beban psikologis guru, yaitu :    Pertama, tidak adanya kewenangan yang diserahkan secara benar – benar diserahkan kepada guru. Jangankan yang bersifat birokratis, yang besifat edukatif pun kadang – kadang guru tidak punya kewenangan atau keberanian. Di sekolah, proses belajar mengajar berjalan dengan tertib dan lancar seolah – olah tidak ada masalah. Seluruh materi yang diajarkan selesai sesuai kurikulum. Nilai raport pun semuanya baik, dijamin para siswa minimal mendapatkan rata – rata enam (dengan jalan dikatrol ). Namun di balik itu semua, ternyata hati guru ”menjerit” karena tidak adanya kebebasan dalam memberikan nilai pada muridnya. Pemberian nilai ini tidak hanya didasarkan pada prinsip – prinsip pendidikan, tetapi sudah diwarnai dengan berbagai pertimbangan baik politis maupun keamanan serta kebijakan-kebijakan yang digariskan sekolah.   Kedua, berhubungan dengan perilaku peserta didik. Dalam dunia pendidikan kita, fakta membuktikan bahwa penyalah gunaan narkoba, mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi, sudah begitu marak. Selain masalah narkoba, generasi pelajar kita pun telah terbiasa dengan kehidupan seks bebas. Di tengah tantangan zaman yang semakin kian sarat dengan tindakan yang mengarah kepada distorsi kemanusiaan, guru harus tampil ke depan sebagai pembela nilai – nilai kemanusiaan sejati. Ketika anak didik mulai digerogoti oleh racun narkoba, pergaulan bebas, dan perilaku menyimpang lainnya, guru tampil sebagai penyelamat. Secara psikologis, profesi guru memang tidak bisa dibanggakan. Sekarang ini, profesi guru sudah identik dengan kemiskinan. Lihat saja realitasnya, anak didik ke sekolah naik mobil Toyota, guru naik motor Astrea. Anak didik naik Mercy, guru naik taksi. Akhirnya, yang terjadi adalah rasa ”minder” atau tidak ”PD” yang menggelayut dalam diri guru.   Ketiga, beban kurikulum yang dipikul oleh para guru amat padat bahkan terjadi ”pemaksaan” dalam dua hal, yaitu dalam hal alokasi waktu yang terbatas, dan lemahnya daya serap peserta didik terhadap apa yang disampaikan oleh guru.   Keempat, berhubungan dengan keseragaman dalam melaksanakan tugas pengajaran. Terlalu banyak aturan yang dituangkan dalam petunjuk teknis yang dapat mematikan kreativitas guru. Guru tidak diberikan kebebasan untuk mengembangkan prakarsanya sendiri untuk mencapai target kurikulum.   Intinya, para guru dan tenaga kerja kependidikan tidak bebas berekspresi dalam menuangkan gagasan dan keinginannya. Kreativitas guru yang seharusnya dihargai oleh sistem penilaian kinerja guru yang mejadi dasar dalam pengembangan karier, tidak terjadi.  2.1.2 Guru di Masa Depan   Para guru dan pelatih yang cemerlang di seluruh dunia kini sedang mempersiapkan diri menghadapi tantangan abad ke – 21. Mereka melakukannya dengan memadukan : pelajaran anak – anak usia dini, peniltian otak, bisnis pertunjukkan, periklanan, televisi, musik, tarian, film, olahraga, seni, dan multimedia elektronik.   Ada 6 (enam) prinsip kunci yang harus dikelola dengan baik oleh seorang guru yang terlibat dan bertindak sebagai fasilitator dalam proses belajar mengajar agar anak didik dapat lebih cepat balajar, lebih singkat, dan lebih mudah dalam menerima materi pelajaran. Keenam prinsip tersebut adalah : 1. ”Kondisi” terbaik untuk belajar ; 2. Bentuk presentasi yang melibatkan seluruh indera dan sekaligus membuat relaks, menyenangkan, bervariasi, cepat, dan menggairahkan ; 3. Berpikir kreatif dan kritis untuk membantu ”proses internal” ; 4. Pemberian ”Rangsangan” dalam mengakses materi pelajaran dengan permainan, lakon pendek, drama, serta berbagai kesempatan untuk praktik ; 5. Pengalihan ke hubungan dan penerapan yang nyata; 6. Peninjauan ulang dan evaluasi secara teratur; dengan merayakan keberhasilan di setiap tahap. Setiap prinsip tersebut berlaku baik bagi anak didik yang masih anak – anak maupun bagi orang dewasa. Berikut adalah penjelasan/uraian tentang 6 (enam) prinsip kunci tersebut di atas: 1. Kondisi terbaik untuk belajar  Kondisi yang perlu diciptakan yang tebaik adalah : Mengorkestrasikan lingkungan Lingkungan tempat belajar harus dapat mendukung suasana belajar mengajar sedemikian rupa sehingga bersama-sama dengan guru dan para murid mampu menciptakan proses belajar yang tidak membosankan. Dapatkah dibayangkan seorang anak berusia dua tahun belajar dengan duduk tenang di dalam kelas sepanjang hari? Tentu tidak. Dia belajar dengan cara melakukan sesuatu, menguji, menyentuh, dan lain – lain. Semua itu dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa dan dilakukan dengan rasa senang tanpa bosan.    Akan tetapi, begitu dia menyelesaikan TK, pendidikan mulai menjadi membosankan. Keasyikannya sudah tidak ada lagi. Kebanyakan situasi belajar di SD, anak – anak diperintahkan untuk dudul manis, dalam barisan bangku yang lurus, mendengarkan guru. Mereka tidak dikondisikan untuk mengeksplorasi sesuatu, berdiskusi, bertanya, atau berpastisipasi di dalam kelas.  Kondisi belajar seperti di atas harus diubah. Guru atau pihak sekolah harus bisa menyiapkan ruang kelas yang menyediakan fasilitas belajar yang menyenangkan. Hal tersebut dapat dilakukan antara lain dengan cara menggunakan bunga – bunga segar untuk menciptakan aroma dan aneka warna, juga bisa dilakukan dengan cara menghiasi dinding. Menyiapkan suasana yang menarik  Anne Forester dan Margaret Reinhard, dua guru dari Kanada, dalam buku mereka yang mengagumkan, ”The Learners’ Way”, berbicara tentang ”mencipatkan sebuah iklim yang menyenangkan” di setiap ruang kelas. Mereka mengatakan bahwa variasi, kejutan, imajinasi, dan tantangan sangatlah penting dalam menciptakan iklim tersebut. Mendatangkan tamu yang mengejutkan, melakukan perjalanan misteri, kunjungan ke lapangan, dan lain – lain dapat membuat anak – anak menjadi lebih senang belajar di sekolah.     Menyiapkan aktivitas    Langkah berikutnya adalah menyiapkan aktivitas. Tepatnya, ada 3 (tiga) hal yang disarankan untuk diperhatikan. Pertama, kondisi ruangan yang penuh warna, poster, dan mobilitas akan mulai memberikan semangat pada para pelajar visual.  Kedua, musik akan memberikan samangat pada pelajar auditorial. Ketiga, aktivitas akan membuat pelajar kinestetik akan segera merasa nyaman. Variasi di antara ketiga aktivitas ini juga akan menjamin bahwa ketiga tingkat otak diaktifkan : otak pemikiran, otak perasaan, dan otak tindakan.  Untuk dapat menyiapkan aktivitas yang sesuai dengan tipe pelajar, berikut disampaikan ciri-ciri dari ketiga tipe tersebut, yaitu : Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Visual  Individu yang memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: • rapi dan teratur  • berbicara dengan cepat  • mampu membuat rencana jangka pendek dengan baik  • teliti dan rinci   • mementingkan penampilan  • lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang didengar   • mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual  • memiliki kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik  • biasanya tidak mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar  • sulit menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara tertulis)  • merupakan pembaca yang cepat dan tekun  • lebih suka membaca daripada dibacakan  • dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan berbagai hal lain yang berkaitan.  • jika sedang berbicara di telpon ia suka membuat coretan-coretan tanpa arti selama berbicara  • lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain  • sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat "ya" atau "tidak'  • lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada berpidato/berceramah  • lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar) daripada musik  • seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai menuliskan dalam kata-kata Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Auditorial  Individu yang memiliki kemampuan belajar auditorial yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: • sering berbicara sendiri ketika sedang bekerja  • mudah terganggu oleh keributan atau suara berisik  • lebih senang mendengarkan (dibacakan) daripada membaca  • jika membaca maka lebih senang membaca dengan suara keras  • dapat mengulangi atau menirukan nada, irama dan warna suara  • mengalami kesulitan untuk menuliskan sesuatu, tetapi sangat pandai dalam bercerita  • berbicara dalam irama yang terpola dengan baik  • berbicara dengan sangat fasih  • lebih menyukai seni musik dibandingkan seni yang lainnya  • belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada apa yang dilihat  • senang berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu secara panjang lebar  • mengalami kesulitan jika harus dihadapkan pada tugas-tugas yang berhubungan dengan visualisasi  • lebih pandai mengeja atau mengucapkan kata-kata dengan keras daripada menuliskannya • lebih suka humor atau gurauan lisan daripada membaca buku humor/komik  Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Kinestetik Individu yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku sebagai berikut: • berbicara dengan perlahan  • menanggapi perhatian fisik  • menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka  • berdiri dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain   • banyak gerak fisik  • memiliki perkembangan otot yang baik  • belajar melalui praktek langsung atau manipulasi  • menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung  • menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang membaca  • banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal)  • tidak dapat duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama  • sulit membaca peta kecuali ia memang pernah ke tempat tersebut  • menggunakan kata-kata yang mengandung aksi  • pada umumnya tulisannya jelek  • menyukai kegiatan atau permainan yang menyibukkan (secara fisik)  • ingin melakukan segala sesuatu Memainkan musik  Penggunaan musik untuk belajar bukanlah barang baru. Kita telah belajar alfabet dengan menggunkan musik. Sebuah penelitian menemukan bahwa dalam sejenis relaksasi tertentu, yang dapat dirangsang oleh musik, otak kita menjadi sangat terbuka dan mudah menerima informasi yang masuk.  Oleh karena itu, guru disarankan untuk menggunakan kaset yang disiapkan khusus untuk memulai setiap sesi belajar. Lewat kata dan nada dari musik tersebut akan menggugah dan mendorong timbulnya relaksasi. Kaset semacam itu bisa disipkan sendiri atau bisa juga membeli di tempat-tempat yang menyediakan. Meruntuhkan tembok – tembok mental negatif  Lozanos menyimpulkan bahwa ada tiga tembok mental dalam belajar : tembok kritis-logis ( ”Sekolah itu tidak mudah. Mana mungkin belajar bisa menyenangkan dan mudah?” ) ; tembok intuitif-emosional ( ”Saya ini bodoh, Jadi saya tidak akan mungkin bisa” ) ; dan tembok kritis-moral ( ”Belajar itu keras, jadi lebih baik saya terus menundukan kepala saya” ). Ketiga tembok tersebut merupakan kepercayaan yang palsu yang harus diruntuhkan.  Salah satu cara meruntuhkan tembok-tembok tersebut dapat dilakukan dengan memahami dari mana seorang siswa ”berasal” sehingga dapat dilakukan hubungan yang lebih dalam dengan seorang siswa, dan kemudian masuk ke dalam dunianya sehingga dapat meruntuhkan tembok – tembok tersebut dengan mulus. 2. Presentasi yang baik  Penyampaian materi pelajaran kepada siswa, harus dilakukan semenarik mungkin, dapat diikuti dengan relaks dan tidak menegangkan. Beberapa kunci presentasi yang baik antara lain adalah : Kepositifan dan keterkaitan   Semua presentasi yang baik harus berorientasi pada siswa dan dikaitkan dengan tujuan – tujuan yang ingin dicapai, serta pengetahuan yang ada. Semua presentasi harus bersifat positif. Guru, sebagai fasilitator, tidak boleh mengesankan bahwa pelajaran ini tidak menyenangkan. Sebaiknya dihindari kata – kata seperti ”Sekarang istirahat sudah selesai. Ayo kita kembali bekerja keras”.   Selain itu, kekuatan sugesti sangatlah penting dalam belajar. Kita dapat melakukan sesuatu dengan baik jika kita berpikir bahwa kita mampu melakukannya. Sebaliknya, kita akan gagal bila kita berpikir bahwa kita akan gagal.  Guru yang baik akan meruntuhkan tembok belajar dengan membuat presentasi yang logis, etis, menyenangkan, dan tidak ada tekanan. Itulah pentingnya alat – alat penunjang presentasi yang utuh. Penyampaian gambaran menyeluruh    Teknik utama presentasi adalah menyuguhkan “gambaran seluruhnya” terlebih dahulu untuk menyajikan pandangan umum. Seperti gambar utuh dari puzzle, sehingga setiap bagiannya dapat diletakkan di posisinya.  Bercerita juga merupakan teknik pembuka yang baik. Studi lapangan juga sangat disarankan pada awal studi untuk melihat gambaran besarnya dalam praktik.  Menggambar Peta Pikiran dengan segala ”percabangannya” pada awal studi juga memungkinkan siswa menggambarkan cabang – cabang yang lebih terperinci. Libatkan seluruh indra  Presentasi yang baik haruslah menarik bagi setiap gaya belajar individu. Gaya belajar yang paling diabaikan hampir di seluruh sekolah di dunia adalah kinestetik (dengan gerakan). Setiap pengalaman belajar yang baik, umumnya terdiri dari stimulasi verbal, musik, dan visual. Namun, guru yang benar – benar hebat merancang banyak kegiatan, partisipasi, dan gerakan. Meskipun siswanya adalah pelajar visual, setiap pelajar dapat menyerap informasi dengan mempraktikkannya. Lakukan permainan peran dan ”identitas”  Para guru juga harus mendorong para siswa untuk melakukan ”permainan peran”. Cara tercepat untuk belajar pengetahuan adalah dengan bermain peran sebagai para ilmuan terkemuka, atau belajar sejarah dengan menempatkan diri pada situasi sejarah saat itu. 3. Pikirkan sesuatu, dan memori terdalam akan menyimpannya  Pendidikan tentu saja bukan hanya penyerapan informasi baru. Ia juga melibatkan pemikiran tentang informasi itu dan penyimpanannya di dalam memori terdalam.  Mempelajari cara berpikir adalah bagian terpenting dari setiap sistem program pendidikan. Guru yang baik menggunakan “permainan berpikir” dan “permainan pikiran” sebagai bagian dari sintesis informasi, sekaligus menciptakan “perubahan suasana”. 4. Rangsangan untuk praktik   Langkah berikutnya adalah “pengaktifan”. Di sini permainan, lakon pendek, diskusi, dan drama dapat digunakan untuk “mengaktifkan” bank memori dan memperkuat jalur – jalur pembelajaran.   Pada hari pertama seorang guru bahasa mengajarkan bahasa Prancis kepada murid – muridnya dengan cara “tradisional”, esoknya tidak satupun yang bisa menggunakan bahasa Prancis. Pada hari berikutnya dia memberikan tontonan film Prancis dan di hari esoknya, murid – muridnya bisa mengulangnya dengan percakapan. Pada hari berikutnya, setiap belajar bahasa prancis murid – muridnya sulit untuk mau beristirahat dan mereka bilang “bapak saja yang beristirahat, kami sedang senang – senang”. Dengan begitu guru bahasa tersebut telah berhasil merangsang minat para murid untuk belajar. 5. Praktikkan      Di Sekolah Masa Depan, ujian belajar bukanlah ujian tertulis berbentuk pertanyaan pilihan berganda. Kuncinya adalah menggunakan hasil proses belajar dan menerapkannya dalam situasi tertentu, terutama dalam kehidupan nyata.  Tes yang sebenarnya dalam kursus bahasa Prancis adalah sefasih apa para murid dapat berbicara bahasa Prancis. Tes yang sebenarnya dalam kursus menjual adalah seberapa hebat seseorang dapat menjual.   Salah satu cara yang dapat diterapkan dalam upaya mempraktikkan pelajaran yang telah didapat adalah dengan mengubah siswa menjadi guru. Seperti dalam fase pengaktifan, siswa diminta untuk bekerja berpasangan atau berkelompok. Dalam sistem kelompok ini, siswa yang lebih pandai mengajarkan siswa yang kurang pandai. 6. Tinjau ulang, evaluasi, dan rayakan  Para pelajar yang efektif sekalipun tidak akan selalu dapat menyadari apakah mereka ”tahu apa yang mereka tahu”. Satu cara untuk membawa mereka pada kesadaran itu adalah dengan meninjau ulang atas seluruh materi yang telah dibahas.  Untuk itu, tiba saatnya untuk melakukan salah satu langkah terpenting, yaitu evaluasi mandiri. Setiap siswa ”masuk ke dalam diri sendiri” untuk menyingkapkan permata berharga pada hari itu. Evaluasi mandiri merupakan metode untuk proses berpikir yang lebih tinggi : refleksi, analisis, sintesis, dan menilai.  Cara lain untuk meninjau ulang adalah membaca sekilas Peta Pikiran, catatan yang telah di”tandai”, atau keduanya : • Sebelum tidur pada hari belajar; • Keesokan harinya; • Seminggu kemudian; • Dan tepat saat memerlukannya atau sebelum ujian.  Dan ingatlah untuk selalu merayakan keberhasilan, persis yang dilakukan oleh pemenang olahraga. Hargailah usaha seluruh kelas.  2.2 Faktor Murid 2.2.1 Beban siswa masa kini  Beban pelajaran pada semua jenjang pendidikan selama ini dinilai memberatkan dan menghambat pengembangan diri peserta didik. Berbagai titipan kepentingan pada materi pelajaran berujung pada tidak jelasnya kompetensi lulusan.  ”Sudah saatnya beban pelajaran difokuskan pada target kompetensi dengan mengurangi titipan – titipan kepentingan yang tidak relevan,” ujar Mukminan, Koordinator Tim Ad Hoc Kompetensi Isi Pendidikan di Jakarta. Beliau mengingatkan, orientasi mata pelajaran SD – SLTA mestinya mengarah pada kompetensi dasar.  Pada jenjang SD – SMP, orientasi mata pelajaran hendaknya meletakkan dasar – dasar keilmuan pada alam pemikiran siswa dengan mengacu pada kehidupan sehari – hari. Selanjutnya, orientasi pelajaran di SMA baru memasuki lebih dalam tentang keilmuan sekaligus mempersiapkan siswa memasuki perguruan tinggi. Adapun pada perguruan tinggi mengarah pada filosofi dan aplikasi disipilin ilmu.  Meskipun berusaha merumuskan beban pelajaran secara proposional, Badam Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tak luput dari kekeliruan dalam mematok target kompetensi. Untuk pelajaran IPS misalnya, siswa kelas VI pada semester 2 diminta untuk mendeskripsikan kegiatan ekspor-impor Indonesia dengan negara lain. Salah seorang peserta diskusi mengingatkan hal itu sebagai beban yang tidak proporsional. Alasannya, kemampuan nalar SD umumnya baru sebatas mengenal secara empirik barang ekspor-impor. Tugas deskripsi kegiatan ekspor-impor lebih cocok untuk siswa SMA, hal itu butuh data tentang neraca perdagangan antar negara. 2.2.2 Siswa di Sekolah Masa Depan  Sebagai subjek dan objek pendidikan, siswa memegang peran yang sangat strategis. Dengan kata lain, siswa sebagai indikator terwujudnya Sekolah Masa Depan yang kita harapkan.  Siswa sangat mempengaruhi pembentukan Sekolah Masa Depan. Siswa yang berkualitas dari segi nilai, mental, latar belakang keluarga, cita-cita yang jelas, prinsip hidup yang teguh dalam mencapai cita-cita, kemandirian, dan daya saing yang tinggi, akan menjadi penentu dalam mewujudkan sekolah di masa depan.  Pengembangan potensi dasar yang dimiliki siswa itu haruslah sedemikian rupa dikenali dan diramu sedini mungkin oleh pihak sekolah, sehingga potensi dasar tersebut tidak menjadi kendala dalam mendidik siswa. Dalam kaitan ini, kondisi sekolah harus mampu menjaga standar kualitas minimum agar sekolah tersebut dapat memujudkan dirinya menjadi sekolah yang berprestasi atau Sekolah Masa Depan.  Upaya mewujudkan standar kualitas minimum agar sekolah tersebut menjadi sekolah yang berprestasi, bukan merupakan kerja keras kepala sekolah saja, akan tetapi justru merupakan kerja tim. Dengan demikian, untuk mewujudkan sekolah yang berprestasi, tidak dapat dilepaskan begitu saja dari kontribusi koordinator dari semua tim, kelompok, atau komponen yang ada dalam sekolah tersebut.  Karakteristik siswa sebagai input sekolah meliputi berapa jumlah jam belajar siswa di rumah, jumlah jam les mata pelajaran, pendidikan orang tua siswa, dan besarnya penghasilan orang tua, dengan mempertimbangkan adanya perbedaan jenis kelamin, ras, dan kemampuan pendidikan awal yang dimiliki oleh siswa sebelum memasuki sekolah tersebut. Kemampuan memadukan semua potensi dasar yang dimiliki siswa, sangatlah ditentukan oleh kelihaian seorang kapala sekolah dalam menerapkan prinsip – prinsip manajemen.  Penerapan prinsip – prinsip manajemen ini bukan hanya didorong oleh keinginan yang besar dari kepala sekolah saja, tetapi juga harus didukung oleh semua komponen di sekolah. Untuk itu, harus disosialisasikan oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya sebagai pelaksana tugas di lapangan.  Sedangkan karakteristik proses siswa yang dimaksud adalah bagaimana proses pembelajaran yang dilalui oleh siswa. Dalam strategi penyelenggaraan pendidikan yang bersifat klasikal-masal, tentu harus memberikan perlakuan yang standar kepada semua siswa. Padahal, setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Akibatnya siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan belajar di bawah rata-rata akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Sementara siswa yang mempunyai kecerdasan dan kemampuan di atas rata-rata akan merasa jenuh sehingga prestasinya sering berada di bawah potensi yang sebenarnya ia miliki. Karena itu, seorang guru harus mampu merumuskan teknik dan prinsip mengajar yang mampu mengakomodir potensi dasar yang dimiliki siswa.   Penerapan prinsip dan teknik mengajar seorang guru terhadap siswa di kelas haruslah dilakukan dengan diferensiasi pelayanan terhadap tiga kelompok, yaitu siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata, kemampuan rata-rata, dan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Bagi siswa yang memiliki kemampuan rata-rata, maka ia diberikan pelayanan pendidikan dengan mengacu pada kurikulum yang berlaku secara nasional. Bagi siswa yang memiliki kecepatan belajar di bawah rata-rata, maka diberikan pelayanan pendidikan berupa pengajaran perbaikkan, sehingga ia membutuhkan waktu yang relatif lebih panjang untuk menyelesaikan kurikulum yang sama. Sementara siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, mereka membutuhkan sistem percepatan, sehingga mereka dapat menyelesaikan studi di SD kurang dari enam tahun, di SLTP, dan SMU masing-masing kurang dari 3 tahun.  Siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang melebihi teman sekelasnya, diharapkan mampu mengukir prestasi, yang kemudian dapat mengindikasikan sekolah yang berprestasi. Bila kecerdasan berkaitan dengan kemampuan intelektual, sedangkan kemampuan luar biasa (gifted, talented) tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual, namun seperti yang dikemukakan oleh Marland, yakni meliputi (1) general intelectual ability (kemampuan intelektual umum ), (2) specific academic aptitude (kecerdasan akademik khusus), (3) creative or productive thinking (berpikir kreatif dan produktif), (4) leadership ability (kemampuan kepemimpinan), (5) visual and perfoming arts (seni / kinestik), (6) psychomotor ability (kemampuan psikomotor).  Siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata, bisa diberikan program pendidikan khusus agar mereka tidak merasa bosan, acuh tak acuh, atau malas dalam mengikuti pelajaran karena siswa tersebut bisa lebih cepat memahami materi pelajaran yang diterangkan oleh guru daripada teman-teman sekelasnya. Dalam hal ini, ada tiga jenis program yang paling sering digunakan : 1. Sistem pengayaan, yaitu pembinaan siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dengan penyediaan kesempatan dan fasilitas belajar tambahan yang bersifat pendalaman, setelah siswa yang bersangkutan menyelesaikan tugas-tugas yang diprogramkan atau disediakan guru, sama dengan siswa yang lainnya. 2. Sistem percepatan, yaitu sistem pembinaan siswa yang memiliki kemampuan luar biasa dengan memperbolehkan siswa yang bersangkutan untuk naik kelas satu tingkat secara meloncat atau menyelesaikan program reguler yang ditetapkan dalam jangka waktu yang lebih singkat (akselerasi).  3. Pengelompokkan khusus, yaitu pembinaan siswa yang memiliki kemampuan luar biasa dengan cara siswa yang bersangkutan dikumpulkan di suatu tempat dan diberikan kesempatan secara khusus untuk mengembangkan kemampuannya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.  Siswa bisa mejadi penentu sekolah berprestasi apabila proses pendidikan bagi siswa yang memiliki kemampuan yang luar biasa bisa dikembangkan sedemikian rupa. Maka, keunggulan atau kualitas keluaran output sekolah pun menjadi indikator berhasilnya sekolah untuk mewujudkan Sekolah Masa Depan yaitu sekolah yang berprestasi.  Outcome sekolah seperti ini dipengaruhi oleh berkualitasnya input sekolah. Diharapkan dari sekolah yang berprestasi ini diperoleh cara bagaimana pihak sekolah melihat potensi dasar yang dimiliki siswa tidak dirusak oleh pihak sekolah sebagai akibat dari tidak jelasnya program dan metode pengajaran serta penerapan prinsip-prinsip manajemen yang keliru.  Dengan demikian, kelihatan bahwa kualitas output dan outcome sekolah, tidak dihasilkan dengan sendirinya, tetapi sangat tergantung pada bagaimana faktor input, kurikulum, tenaga pendidikan, sarana dan fasilitas, dana(biaya), manajemen, proses pembelajaran, dan lingkungan diramu sedemikian rupa dengan menerapkan prinsip dan teknik manajemen secara maksimal. 2.3 Faktor Proses Pembelajaran  2.3.1 Kurikulum   Istilah kurikulum sudah dikenal sejak tahun 1820. Kata kurikulum berasal dari bahasa latin, currere yang berarti to run (menyelenggarakan). Selanjutnya pengertian kurikulum berkembang menjadi the course of study (materi yang dipelajari). Namun pengertian ini hanya melihat kurikulum sebagai produk atau hasil, sementara informasi dan pengetahuan yang terangkai dalam satu disiplin keilmuan akan selalu bertambah, sehingga mustahil dapat dimuat dalam satu wujud dokumen kurikulum yang berbentuk the course of study tersebut.  Dari definisi para pakar mengenai kurikulum sebagai suatu rencana untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar bagi siswa yang mengikuti pendidikan, tergambar bahwa penyusunan dan pengembangan kurikulum tidaklah sulit. Namun, proses pengembangan kurikulum ini menjadi rumit ketika kualitas kurikulum diukur dengan seberapa jauh relevansi kurikulum dengan kebutuhan dan karakteristik siswa serta masyarakat pada umumnya.  Untuk mewujudkan sekolah yang berprestasi, maka pengembangan kurkulum pun harus dibenahi dengan mempertimbangkan tiga basis kurikulum, yaitu pengetahuan dalam sistem keilmuan, siswa (learner), dan masyarakat sebagai pengguna (user). 1. Karakteristik pengetahuan dalam sistem keilmuan   Dalam hal ini, pengetahuan berkembang dengan demikian pesatnya, dan ini merupakan salah satu karakteristik pengetahuan. Dengan melimpahnya pengetahuan, mengakibatkan timbulnya kesulitan dalam memlih materi yang penting. Padahal, di satu sisi dinyatakan bahwa tidak perlu lagi menyajikan materi yang tidak bermanfaat yang biasanya dapat diperoleh melalui hafalan.   Kurikulum sekolah harus senantiasa dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, yang diperlukan untuk mengakomodasikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kebutuhan dunia usaha atau industri, serta kebutuhan pembangunan nasional di segala bidang yang selalu berkembang.  Untuk memilih materi yang esensial dalam kurikulum antara lain dapat ditempuh dengan pertimbangan : a. Materi seyogianya mengungkapkan gagasan kunci yang mewakili batang tubuh mata pelajaran tersebut. b. Materi perlu dipahami siswa sebagai struktur pokok suatu mata pelajaran. c. Materi perlu memberi contoh penggunaan metode inquiry yang digunakan mata pelajaran tersebut. d. Konsep dan prinsip yang dipilih perlu menyediakan pandangan yang luas dan lengkap. e. Adanya keseimbangan materi teoritik dan materi praktik. f. Materi perlu mendorong daya imajinasi siswa. 2. Karakteristik siswa  Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah adanya perbedaan pengembangan intelektual dan mental kepribadian antara siswa SD, SLTP, dan SMU. Dengan demikian, pengembangan kurikulum harus melihat pengembangan intelektual dan sikap mental tersebut, sehingga kurikulum yang dikembangkan mampu memberikan nilai manfaat bagi siswa dalam mengembangkan intelektual dan kepribadiannya.  Kurikulum yang ditawarkan seharusnya jangan sampai tumpang tindih pada masing-masing tingkatan, agar tidak terjadi kebosanan dalam belajar dan pemborosan tenaga, waktu, kesempatan, dan sebagainya. Namun, jika dilihat kurikulum yang ada, tampak banyak sekali kurikulum yang memuat materi pelajaran yang sama atau hampir sama di semua jenjang sekolah. 3. Karakteristik masyarakat  Dalam upaya pengembangan kurikulum, karakteristik masyarakat perlu dipertimbangkan, karena masyarakat adalah komponen yang menyediakan dan memanfaatkan institusi pendidikan. Dalam hal ini, para pendidik memiliki tanggung jawab untuk menjembatani sekolah dengan komponen luar sekolah. Misalnya, adanya komunikasi antara sekolah dan keluarga, dapat dilakukan dengan keterlibatan orang tua siswa dalam setiap tahapan pendidikan di sekolah.  Masyarakat memiliki peran dalam pembentukan kinerja kelulusan sekolah. Para pengembang kurikulum perlu mempertimbangkan perubahan dalam masyarakat seiring dengan perubahan interaksi antar masyarakat.  Perubahan paradigma pendidikan menengah dan kejuruan, khususnya, sesuai dengan kebutuhan, tantangan, dan dinamika kerja, menuntut kurikulum sekolah dikembangkan dengan menggunakan pendekatan BBC (broad-based curriculum), yaitu kurikulum yang berbasis luas, mendasar, kuat, serta fleksibel, dan CBC (competency-based curriculum), yaitu kurikulum yang berbasis kompetensi, yang mengcakup pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan ketrampilan (psikomotor) untuk mendukung terwujudnya lulusan yang memiliki kompetensi standar.    Adanya standar kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh serorang siswa setelah ia menyelesaikan studinya pada suatu lembaga pendidikan yang memungkinkan ia dapat melaksanakan berbagai tugas atau pekerjaan di lapangan kerja menghendaki adanya kurikulum yang dapat mengakomodasikan berbagai kompetensi yang benar-benar ada dan dibutuhkan dunia kerja.  2.3.2 Metode pembelajaran  Metode pembelajaran yang menunjang terwujudnya Sekolah Masa Depan atau sekolah yang berprestasi haruslah mampu memberikan jaminan ke arah tercapainya tujuan mengajar yaitu, mendorong para siswa agar dapat berpikir dan bertindak secara mandiri, kreatif, dan mampu beradaptasi, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memanfaatkan semua bakat dan kemampuan, baik jasmani dan rohani. Tanpa adanya metode pembelajaran yang mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan mengajar tersebut, maka sulit dicapai tujuan mengajar yang maksimal.  Dalam hal ini, banyak metode pembelajaran yang telah dikenal oleh seorang guru, misalnya metode ceramah, tanya jawab, diskusi, bercerita, pemberian tugas, demonstrasi, dan eksperimen, sosiodrama, dan bermain peran, karya wisata, serta latihan. Namun, yang perlu ditekankan di sini adalah bagaimana seorang guru mampu menerapkan metode-metode tersebut secara bervariasi agar dapat menunjang keberhasilan siswa dalam belajar sehingga menjadi outcome yang berprestasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dituntut kelihaian seorang guru dalam menerapkan metode pembelajaran tersebut, sehingga siswa tidak pernah mengalami perasaan bosan dan jenuh. Dengan kata lain, metode pembelajaran tersebut, digunakan untuk merangsang tumbuhanya minat dan gairah belajar siswa yang tinggi, meskipun diakui bahwa tidak semua metode pembelajaran yang ditawarkan kepada siswa memiliki keunggulan mutlak.  Seorang guru harus menyadari bahwa para siswa yang dihadapinya mempunyai perbedaan individual dan gaya yang berbeda dalam belajar. Beberapa siswa mungkin lebih bersifat visual dalam belajar, artinya mereka dapat belajar dengan baik apabila ia melihat seorang yang mengerjakannya, sementara siswa yang lain lebih bersifat audiotorial, artinya mereka mempunyai kemampuan untuk mendengar dan menghafal, tanpa perlu melihat seseorang mengerjakannnya. Kelompok siswa yang lain lebih bersifat kinestetik, artinya mereka akan belajar dengan baik apabila mereka langsung bergerak, bekerja, atau melakukannya.  Seorang guru yang mampu mengendalikan suasana belajar, akan mampu meningkatkan gairah belajar siswa di kelas, dengan melakukan upaya sedemikian rupa agar potensi dasar yang dimiliki seorang siswa yang berbeda-beda tersebut dapat digeneralisir melalui pendekatan pembelajaran yang bervariatif.  Setelah suasana belajar yang bergairah diperoleh, maka langkah selanjutnya yang perlu ditempuh oleh seorang guru adalah memberdayakan suasana belajar dengan memfokuskan metode pembelajaran tesebut pada siswa. Artinya, seorang guru harus memilih metode apa yang lebih tepat dan lebih cocok dengan kondisi pembelajaran, dengan penekanan khusus kepada siswa.   Salah satu metode pembelajaran di Sekolah Masa Depan adalah metode mengajar lewat permainan seperti diuraikan sebagai berikut : Mengajar Lewat Permainan Metode ini lebih ditujukan pada anak-anak yang dianggap masih membutuhkan permainan atau orang yang masih sangat pemula. Anak-anak perlu bermain, dari situ akan terungkap kebutuhan mereka   sehingga bisa digunakan untuk membentuk kurikulum yang ditawarkan.  Hal ini disesuaikan dengan minat individual yang didukung guru, dengan tetap memperhatikan kecenderungan si anak. Hubungan langsung antara permainan dan pembelajaran pun terjadi.  Permainan dianggap sedemikian rupa sebagai suatu proses pendidikan yang hebat sehingga pembelajaran akan berlangsung dengan spontan, bahkan meskipun tanpa kehadiran seorang guru dewasa. Namun, kepercayaan utama atas nilai-nilai permainan bagi pembelajaran anak kecil ini tidak berasal dari bukti yang sesuai dan tetap menjadi masalah dalam kurikulum walaupun terus-menerus didorong.   Sifat dan manfaat mengajar lewat permainan : 1. Membangun keyakinan 2. Sebagai medium pembelajaran 3. Perilaku ilmiah, anak-anak melakukan apa yang mereka ingin lakukan 4. Anak-anak berinisiatif untuk mengendalikan kegiatan serta membuat jadwalnya 5. Berbeda dengan tugas formal 6. Fungsi rekreasinal, jeda dari tugas formal 7. Menghilangkan rasa takut anak dan memberi rasa aman Peran guru dalam pembelajaran lewat permainan : 1. Sebagai pendukung 2. Mendemonstrasikan teknik-teknik 3. Peran kolaboratif, teladan bahasa dan perilaku 4. Guru tidak perlu ikut campur dalam permainan karena takut mengganggu atau memaksakan kehendak sendiri 5. Meluaskan kegiatan dan pembelajaran Menilai anak-anak melalui permainan : 1. Dapat dengan bertanya, mengamati, mencatat, dan mengevaluasi hal-hal yang dilakukan oleh anak-anak 2. Melihat perkembangan sosial anak-anak 3. Penilaian bersama: anak-anak memberikan umpan balik pada kelompok dan saling bertanya Perencanaan : tujuan dan hasil pembelajaran : 1. Pembelajaran yang tidak terhindarkan, anak-anak secara tidak sadar telah belajar, baik ada guru maupun tidak. 2. Anak-anak akan berani coba-coba atau bahkan membuat suatu penemuan dan eksplorasi. 3. Dapat melatih ketrampilan motorik dari anak-anak 4. Dapat membentuk pribadi dan sosial yang baik Pembelajaran Yang Baik Oleh Lynne Hill Pembelajaran direncanakan dengan baik • Guru mengidentifikasikan dengan tepat tujuan pembelajaran  • Guru mengidentifikasikan apa yang telah diketahui siswa dan mengembangkan pembelajaran berdasarkan informasi tsb  • Urutan pembelajaran terdiri dari beberapa tahap dan kegiatan, dengan bimbingan guru  • Guru menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang efektif  • Pengorganisasian kelas dan pengelolaan sumber sumber sudah direncanakan dengan baik  • Guru memutuskan bagaimana menilai hasil belajar siswa  • Proses maupun hasil belajar direncanakan Pembelajaran menarik dan menantang • Guru tidak terlalu banyak bicara dan memberikan ceramah  • Siswa tidak terlalu banyak mendengarkan dan menjawab pertanyaan bersama sama (koor)  • Kegiatan menarik, menantang dan meningkatkan motivasi belajar  • Kegiatan meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, termasuk tugas tugas terbuka.  • Peristiwa hangat dan pengalaman siswa secara langsung (sumber belajar tangan pertama) meningkatkan minat dan tingkat motivasi Pembelajaran mengaktifkan siswa • Belajar dengan mengerjakan - Siswa aktif, terlibat, berpartisipasi, bekerja.  • Interaksi antar siswa tinggi - belajar kelompok, berpasangan, bekerjasama  • Siswa menemukan, memecahkan masalah  • Siswa pusat pembelajaran, bukan guru  • Fokus pada proses pembelajaran Bagaimana Rencana Pembelajarannya? Suatu rencana pembelajaran PAKEM mencakup:  • Fokus belajar mengajar (kompetensi)  • Apa yang diperlukan untuk mengajar (bahan dan sumber)  • Urutan pembelajaran  • Proses dan produk pembelajaran: Apa yang akan dikerjakan siswa dan bagaimana siswa akan mendemonstasikan hasil belajar mereka (produk). DAFTAR PUSTAKA Mukhtar, dkk. 2005. Sekolah Berprestasi. Jakarta : Nimas Multima. Dryden, Gordon, dan Jeannette Vos. 2004. The Learning Revolution, II. New Zealand : The Learning Web. Bennet, Neville, Liz W., dan Sue R. 1997. Teaching Through Play. Buckingham : Celtic Court. NAR. 3 Desember 2005. Sesuaikan Beban Belajar. Jakarta : Kompas Hill, Lyne. 2006. Pembelajran yang Baik. www.mbeproject.net

No comments:

Post a Comment